Ini dia wajah kota Denver ... Sebagian besar gambar diambil di salah satu ruas jalan yang menjadi pusat kegiatan kota ini yaitu 16th Street Mall. Seperi kota metropolis pada umumnya, ada banyak sekali bangunan di dalam kota. Anggap saja hutan beton adalah ciri khasnya. Aneka bangunan tadi tersebar di seantero kota Denver dengan aneka fazad yang berbeda. Tentu fungsi masing-masing bangunan juga tidak sama. Saat kami selesai mengunjungi Capitol Building yang juga menjadi jantung kota Denver, kami langkahkan kami kami menuju salah satu ruas jalan yang bernama 16th Street Mall. Sebelum sampai di jalan ini, kami sempatkan untuk menikmati pemandangan berupa aneka gedung yang memiliki ciri khasnya masing-masing. Hari ini, hari Jum'at tanggal 4 July 2014. Kota Denver tidak terlalu ramai. Satu dua kendaraan melintas di ruas jalan raya di dalam kota ini. Transportasi umum berupa bus juga nampak melintas di jalan ini. Kubayangkan di saat bukan hari libur seperti hari ini, kota ini akan berdenyut dengan lebih cepat alias kepadatan kota akan terasa. Saat ini kami merasakan situasi yang nyaman untuk berjalan-jalan karena tidak banyak kendaraan yang membuat suasana menjadi bising. Kami leluasa mengambil gambar dan membaca aneka informasi yang ada di sekitar gedung sebelum kami sampai di jalan ke-16. O ya ... Kami juga mengamati rak sepeda yang ada di depan gedung sebuah surat kabar (Denver Post) karena desainnya yang unik. Kami juga mengambil gambar Capitol Building dari seberang jalan, sehingga ada pemandangan lain yang bisa kami koleksi. Sayangnya, kami juga melihat ada banyak homeless yang berkeliaran. Kok kami tahu kalau itu homeless? Sepertinya sih begitu. Merekka duduk-duduk atau tiduran di bangku-bangku di trotoar atau taman. Mereka juga menggeret/membawa trolly(berisi tas) dan berjalan mondar-mandir di beberapa tempat. Kata papa, kota besar memang kadang tidak bisa bersih dari homeless. Meski tidak mengganggu, kami merasa tidak nyaman saja selama berada di dekat mereka. Karena itu, kami tidak berlama-lama mengambil gambar di area yang relatif sepi atau terlalu dekat dengan mereka. Saat kami kemudian sampai di jalan ke-16, suasana berubah drastis. Ada banyak sekali pengunjung di sepanjang jalan ini dan semua serasa menikmati suasana disini. Pengunjung asyik berjalan kaki, duduk-duduk, masuk keluar toko, naik dan turun busa (gratis), mengambil gambar (seperti kami) dan menonton pertunjukan jalan raya (street performance). Apa street performance yang kami lihat? Ada orang menari, ada pantomim, ada sulap dan juga orang yang memakai kostum tokoh tertentu yang siap untuk diajak foto bersama (tentunya bayar). Seperti yang pernah kami lihat di New York. Karenanya, kami tidak mau lagi mengambil gambar mereka atau berpose bersama mereka, karena mereka akan meminta uang kepada kami. Sebenarnya cara mereka nggak fair juga, karena mereka tidak mengatakan di awal kalau kami musti membayar untuk bisa mengambil gambar mereka atau berpose bersama mereka. Namun, kalau mereka jujur mengatakan minta dibayar setelah ada yang mengambil gambar atau ada yang berpose bersama mereka, nampaknya tidak ada banyak orang yang mau melakukannya. Kesannya, mereka seperti menjebak pengunjung hehehe ... Ya ... Mungkin itu salah satu cara mereka mendapatkan rejeki. Entahlah, aku tidak terlalu tahu dan memilih tidak memberikan komentar. Aku lebih memilih melihat uniknya jalan yang dipenuhi pengunjung ini. Meski mendung menggantung, pengunjung tetap saja asyik menikmati suasana di ruas jalan ini. Rasa-rasanya, pemandangan seperti ini bisa kita temui di kawasan Malioboro Jogja. Hanya saja, jalan ke-16 ini steril dari kendaraan pengunjung. Pemerintah menyediakan alat transportasi berupa bus yang menghubungkan jalan ke-16 dari ujung ke ujung. Kalau malas berjalan (atau kalau cuaca tidak mendukung), pilihan transportasi yang disediakan pemerintah ini sangatlah bermanfaat. O ya ... Di sepanjang jalan ini ada banyak tersedia tempat makan yang bisa kita pilih dan singgahi. Termasuk juga toko pakaian, toko sepatu, toko buku, toko asesories dan aneka macam toko yang menyediakan aneka macam kebutuhan. Kata mama, kalau mau, berjalan seharian menyusuri jalan ke-16 ini bisa jadi tidak akan memuaskan keingintahuan kita hehehe ... Meski kepingin berlama-lama disini, kami tentu harus menyesuaiakan waktu yang tersedia sebelum kami kembali me Colorado Springs. Kami tentu juga menyempatkan diri menikmati naik bis gratis ini karena kami sempat ketemu gerimis hehehe ... Kami juga sempat mampir di kedai ice cream dan juga ke toko buku serta toko souvenir dan juga toko pakaian sebelum akhirnya kami memutuskan kembali ke kendaraan. Selama kurang lebih 2,5 jam kami menikmati kota Denver ini. Papaku sebenarnya sudah pernah datang kemari, namun papa banyak mengingat apa saja yang menarik di kota ini hehehe ... Ya ... Seperti wajah kota besar lainnya, Denver pun punya magnet yang menarik para pengunjungnya untuk datang dan menyapanya. Kalau mau tahu sejarah kota Denver, ini dia kata Wikipedia: The history of Denver details the history of the City and County of Denver, Colorado, United States from its founding in 1858 to modern-day. Located on the banks of the South Platte River close to the foothills of the Rocky Mountains, Denver was founded in November 1858 as a gold mining town. The gold quickly dried up and the city moved to become a supply hub for new mines in the mountains. Denver grew rapidly becoming the new county seat of Arapahoe County and eventually the state capital. Investors from Denver built a rail line from Cheyenne to western Kansas which traveled through Denver, bringing new people and supplies. New roads and improvements to rail and air travel in the early twentieth century made Denver a hub for transportation. Until World War II Denver's economy was dependent mainly on the processing and shipping of minerals and ranch products. With war looming, Denver was in a prime location for more federal activity, being situated far from either coast. After the war oil and gas companies fueled a skyscraper boom in the downtown area. With the combined spending of the energy companies and the federal government, Denver expanded quickly. Denver went from having a small urban core surrounded by rural farms to a booming downtown dotted with skyscrapers and surrounded by growing suburbs. Ah ... Aku kok jadi serius amat mempelajari sejarah kota Denver? Hehehe ... Pastinya, aku menikmati acara jalan-jalan kali ini bersama kedua orangtuanku di kota Denver yang cantik ini ... Bye-bye kota Denver ... Aku kembali ke Colorado Spring ya ... Terima kasih atas keramahanmu ...
No comments:
Post a Comment